GENIAFEST
Minggu-minggu ini, kita disibukkan menunggu hasil keputusan pemerintah Indonesia soal keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam banyak diskusi, kekhawatiran mengenai integritas lembaga pemberantas korupsi ini selalu ujungnya adalah kuncinya pada kesimpulan bahwa peraturan yang baik lebih penting dibanding orang yang baik. Karena orang baik pun jika tidak didukung peraturan yang baik, akan melenceng juga. Mau tahu contohnya, tiap kita ke Singapura, kok mendadak orang Indonesia jadi tertib, membuang puntung rokok atau sampah tidak sembarang dan mau antri. Dalam tulisan kali ini, sejak KPK dicetuskan sebagai lembaga pemberantasan kejahatan korupsi, bersama dengan aparat penegak hukum seperti halnya kepolisian dan kejaksaan maka KPK diharapkan ujung tombak terakhir penuntasan kasus-kasus korupsi. Ketika KPK bekerja, harapannya pula lembaga kepolisian dan kejaksaan juga tertantang untuk berlomba menuntasan kejahatan korupsi. Sapu bersih akan membersihkan lantainya pula. Mengenai siapa saja pimpinan KPK, biarlah itu domainnya pemerintah dan tokoh-tokoh pendekar hukum di negeri ini. Hanya saja, yang perlu segera dipikirkan adalah perlunya KPK membagi jenis kejahatan korupsi yang prioritas ditangani berdasarkan luasan kasusnya. Luasannya kasus bisa saja ditinjau dari segi besarnya uang negara yang dikorupsi, dampak perbuatan korupsi yang menyengsarakan masyarakat maupun kejahatan korupsi yang mengancam kebangkrutan negara dari struktur keuangan. Oleh karena itu, KPK perlu dilengkapi dengan bidang atau desk untuk mempercepat penuntasan kasus-kasus kejahatan korupsi yang semakin marak terjadi di negeri ini.
Bidang atau desk ini perlu diketahui masyarakat, namun sebagai masukan lebih gampangnya barangkali bidang atau desk itu dibagi jadi tiga saja, yaitu desk kejahatan korupsi transnasional, desk kejahatan korupsi nasional dan desk kejahatan korupsi regional. Kita memahami bahwa ketika KPK dibentuk dan mulai bekerja ternyata cakupannya begitu luas, tak heran kepala desa yang korupsi seharga 20 ekor kerbau juga dilaporkan ke KPK karena aparat penegak hukum di daerah tidak bertindak sesuai prosedur.
Ketika ada kepala daerah korupsi, ternyata bisa juga penanganan jadi lambat meski sejumlah elemen masyarakat anti korupsi sudah mendesak penuntasannya, baik itu ke kejaksaan maupun ke kepolisian. Ketika KPK diminta turun, maka terlontarlah alasan KPK bahwa kasus kepala daerah itu selama masih ditangani kejaksaan atau kepolisian dan belum dilimpahkan ke KPK maka KPK sementara belum bisa menangani. Padahal, semua tahu kenapa kepala daerah yang korupsi sampai lebih Rp 20 miliar belum ditindak dan perkaranya belum dibawah ke pengadilan, si kepala daerahnya sendiri pernah diumumkan statusnya sebagai tersangka. Dalam menghadapi kasus semacam ini, pikiran orang langsung saja menyatakan bahwa si kepala daerah ibarat sumur tanpa dasar, dikeduk terus keterangannya maupun kasusnya.
Dengan adanya desk tiap-tiap kejahatan korupsi akan mudah penanganannya serta KPK bisa lebih leluasa menanganinya. Itu artinya, bila disamping telah dilaporkan oleh masyarakat, ditangani aparat penegak hukum namun bila KPK mengkaji bahwa kejahatan si kepala daerah itu merupakan kejahatan regional langsung saja diambil alih tanpa perlu menunggu pelimpahan aparat penegak hukum lainnya. Kita menyakini bahwa kejahatan korupsi di negeri ini betul-betul luar biasa, sehingga memerlukan penanganan yang ekstra luar biasa. Kejahatan korupsi tidak ubahnya kejahatan terorisme.
Keberanian KPK menetapkan suatu kasus kejahatan korupsi dalam kategori tertentu dalam tiga desk itu, artinya KPK harus siap-siap ambil alih penanganan kasusnya dari lembaga mana pun yang dinilai masyarakat lamban. Di Jawa Tengah misalnya, terdapat kepala daerah yang melakukan tindak kejahatan korupsi sejak 2003/2004, tetapi sudah ganti kepala kejaksaan tingginya tiga kali ternyata yang bersangkutan tetap kebal hukum. Celakanya, tiap kepala kejaksaan tinggi baru selalu berkoar-koar hendak menuntaskan kasus kejahatan itu, nyatanya sampai dia diganti perkaranya menyangkut kepala daerah itu tetap jalan di tempat.
Mengingat ada deks kejahatan korupsi regional, tentunya perlu ada perwakilan KPK di tiap-tiap provinsi, apabila itu dinilai pemborosan maka perwakilan KPK bisa mengikuti pembagian sesuai wilayah waktu Indonesia, yakni ada KPK wilayah Barat, wilayah Tengah dan wilayah Timur. Kita juga yakin peraturan yang baik, akan menghasilkan struktur penuntasan kejahatan korupsi yang terbaik pula. Pejabat penagak hukum yang berhasil juga memerlukan reward, begitu pula sebaliknya mereka yang pura-pura lalai menuntaskan kejahatan korupsi di wilayahnya. KPK yang mengambil kasus kejahatan korupsi di daerah tertentu, maka itu adalah kecelakaan maka pimpinan kepolisian dan pimpinan kejaksaan yang mengalami kecelakaan ya haruslah diganti. Mari kita dukung KPK . Dukungan tidak hanya dari masyarakat, tapi juga aparat penegak hukum. Ayo cicak dan buaya, bersatulah memangsa pelaku-pelaku kejahatan korupsi yang menggila di negeri kepulauan ini.
Sunday, November 15, 2009
GENIA FESTIVAL : PEMBAGIAN STATUS KEJAHATAN KORUPSI
2009-11-15T17:26:00+07:00
Hafizh Herdi
socie|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Petunjuk Arah
- adsense (1)
- alius (1)
- bisnis twoh (4)
- cerita inspirasi (2)
- cerpen (3)
- danetter (5)
- Ego-state therapy. (1)
- genia (1)
- hypnosis (1)
- journeylist (3)
- keajaiban pikiran (2)
- kisah sukses. (2)
- kunci sukses (2)
- memahami hidup (3)
- mestakung (1)
- motivasi (4)
- musicalis (1)
- persona (16)
- prog (6)
- reor (2)
- semesta mendukung (3)
- soc (2)
- socie (6)
- techlife (5)
- tips cinta (1)
- tips wirausaha (2)
- trafik internet (1)
- twoh (2)
- twoh's engineering (1)