Kapan terakhir kali aku mengunjungi SD-ku? Yah, sampai saat ini sepertinya aku tidak pernah ke sana lagi.
Tahun 1996
Aku bersekolah di dua sekolah dasar di kota berbeda, dan itu memberikan banyak pengalaman bagiku, suka dan sedih. SD-ku yang pertama terletak di kota Tegal, kalau tidak salah nama sekolahnya adalah Tegal Sari 1. Pertama kali memasuki bangku sekolah aku diantar ayahku dengan sepeda motor. Layaknya anak kecil begitu melihat penjual mainan yang berjualan di depan sekolah, aku langsung meminta ayahku untuk membeli satu, dan aku akhirnya dibelikan sebuah robot mainan kecil yang bisa berubah menjadi pesawat. Saat itu rasanya senang sekali. Haha
Waktu SD, segalanya masih terasa murah, saat itu uang saku-ku hanya tiga ratus rupiah. Dan itu bisa dipakai untuk membeli tiga buah makanan yang berbeda, atau satu buah makanan seharga 200 rupiah dan es sirup seharga seratus rupiah di kantin belakang sekolah. Rasanya sudah kenyang. Kemudian, karena ayahku sibuk bekerja beliau tidak bisa lagi mengantarku ke sekolah, jadi aku berangkat dan pulang sekolah menggunakan becak langganan. Karena itu, uang saku ditambah menjadi 500 rupiah, waktu itu rasanya senang sekali memegang uang kertas berwarna hijau yang bergambar orang utan. Sekarang uang lima ratusan sudah berbentuk koin, mengingat laju inflasi di Indonesia memang tinggi.
Teman-temanku di sekolah dasar yang pertama, kebanyakan aku sudah lupa namanya. Aku ingat pernah ke rumah seorang temanku, nemanya kalau tidak salah Rudi. Di sana aku cuma bermain Nintendo, dan yang aku ingat waktu itu aku melihat ibunya lagi merokok. Hahaha
Siapa ya teman SD-ku? Saat kembali ke Tegal setelah pindah ke Semarang, aku dipanggil oleh seorang anak kecil di jalan. Mulanya aku tidak kenal, tetapi ternyata itu adalah temanku yang namanya Rendi. Sekarang aku sudah lupa wajahnya.
Waktu kecil aku mempunyai teman bermain, namanya Dewi. Dia perempuan yang energik dan ceria. Usianya lebih tua sekitar dua tahun dariku. Rumahnya terletak persis di samping rumahku, karena itu kami sering sekali bermain bersama. Saat kecil aku adalah laki-laki yang pemalu dan pendiam, dia lah yang berperan sebagai kakak, dan selalu melindungiku ketika aku dijahili oleh teman-temanku yang lain.
Ketika pertama kali belajar bersepeda, aku menggunakan metode tiga roda. Semakin mahir, roda yang ada di samping kanan dan kiri kemudian dilepas satu persatu. Kurang lebih aku belajar selama seminggu, jatuh bangun dan akhirnya aku bisa. Setelah bisa aku langsung mengajak Dewi untuk bersepeda bersama-sama. Namun saat itu dia keluar dengan sepeda ayahnya, semacam sepeda laki-laki model dahulu yang sudah menggunakan gear untuk berpindah gigi. Saat itu aku yang menggunakan sepeda anak-anak kagum melihat Dewi menaiki sepeda itu dengan mahirnya. Kemudian ia pun menyuruhku untuk menaiki sepeda tersebut, mulanya aku takut, apalagi dengan sadelnya yang begitu tinggi. Tapi, seorang lelaki sejak kecil sudah memiliki harga diri di depan wanita, jadi aku tetap menaikinya walaupun dengan berkeringat dingin. Dan.. aku bisa mengendarainya! Aku pun melaju beberapa meter di depannya, dan ketika ingin berbelok, aku jatuh. Hahaha, kami pun tertawa bersama.
Dewi satu SD denganku, ketika aku masih kelas satu, dia sudah kelas tiga. Sesekali aku lewat kelasnya dan mengobrol hanya kalau kebetulan bertemu di depan kelas. Dia selalu iri melihat nilai-nilai raportku yang jauh di atas nilainya saat dia masih kelas satu, dua dan tiga. Kalau sudah begitu, dia lalu bercerita tentang mata pelajaran kelas 4,5, dan 6 yang jauh lebih susah sambil menakut-nakutiku. Kami berpisah saat aku kelas tiga, ayahku yang sudah di Semarang mengalami kecelakaan saat memperbaiki atap. Jadi saat itu juga kami sekeluarga langsung menuju Semarang, perpisahan yang sangat mendadak. Tidak ada kata perpisahan yang kuucapkan untuk teman-teman SDku, dan untuk dirinya. Setelah ayahku membaik, aku kembali ke Tegal namun tidak lama. Saat bertemu dengannya lagi, dia berkata kalau dirinya kesepian karena tidak ada lagi teman bermain. Aku hanya diam dan langsung mengajaknya bermain seperti biasa, melihat monyet peliharaan tetangga, dan membaca buku. Yang terakhir dia mengirim surat padaku saat aku sedang sakit di Semarang. Isi suratnya.. Ehm aku lupa. Yang aku ingat dia bercerita tentang sepeda yang rusak, dan dia berharap aku cepat sembuh.
Kenangan masa kecil yang indah, tidak ada rasa pamrih, yang ada hanyalah perasaan polos dan kasih sayang yang tulus.
NEXT
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Petunjuk Arah
- adsense (1)
- alius (1)
- bisnis twoh (4)
- cerita inspirasi (2)
- cerpen (3)
- danetter (5)
- Ego-state therapy. (1)
- genia (1)
- hypnosis (1)
- journeylist (3)
- keajaiban pikiran (2)
- kisah sukses. (2)
- kunci sukses (2)
- memahami hidup (3)
- mestakung (1)
- motivasi (4)
- musicalis (1)
- persona (16)
- prog (6)
- reor (2)
- semesta mendukung (3)
- soc (2)
- socie (6)
- techlife (5)
- tips cinta (1)
- tips wirausaha (2)
- trafik internet (1)
- twoh (2)
- twoh's engineering (1)